Minggu, 03 Januari 2016

Selasa, 29 desember 2015
Bahagia karena harapan dan kenyataan

Pada suatu hari ada kegiatan pelatihan menulis untuk mahasiswa yang diadakan oleh salah satu dosen Pendidikan bahasa Arab. Acara ini diadakan untuk pembinaan finalis Putra Putri Bahasa Arab atau biasa disebut dengan PAPIBA. Bukan suatu hal yang mudah dan gampang bagiku untuk menghadiri acara seperti itu. Mungkin karena ada atom penyemangat di kampusku yang bisa membuatku datang ke acara itu. Dia adalah seorang mahasiswa PBA yang mungkin telah memberikan harapan padaku tentang rasa yang ia kodekan. Atau entah hanya aku yang kegeeran. Cobang namanya. Sebutan nama rahasia yang ku tuliskan untuknya.
Aku datang menghadiri acara itu dengan harapan aku bisa bertemu dengannya, karena mungkin dia akan pulang ke rumahnya untuk menikmati minggu tenangnya. Dia bukan seorang biduan yang terkenal, hanyalah seorang yang bisa nyanyi dan menetramkan hati.
Setelah kusampai di ruangan pelatihan, aku menuju bangku paling belakang. Kutatap seluruh kursi yang ada di kelas, namun tak ku temukan satu titik penerang yang mebuatku bahagia. Ternyata cobang tak ada di kelas. Aku kecewa, dalam pikirku apakah mungkin dia belum kembali ke pesantrennya? Karena mengikuti lomba hadroh di kudus bersama team rebananya. Aku merasa membutuhkannya seperti ada sebuah harapan yang harus bertemu dengan cobang. Apakah ini kangen? Entahlah...
Lalu ku ambil hp butuku, ku sms dia “gak berangkat pelatihan?”
30 menit kemudian hpku berbunyi sms masuk tampaknya. Kubuka ternyata benar. “hmm aku ketiduran li, tidur dari jam 11.00, ini malah belum sholat juga, aduhh..” balasannya. Hatiku bahagia. Ku balas lagi “yasudah sholat deh bangun sana”. Kataku perhatian.”
“salam buat yang disitu ya, khusus untuk ustadz malik, sampaikan maaf aku tak dapat mengikuti acaranya’’. Balasnya lagi. “siap,” jawabku singkat.
Sms pun berlanjut sampai hari berikutnya. Aku merasa bahagia seperti layaknya orang jatuh hati lainnya.
          Pada pagi harinya, aku mengajaknya makan lewat sms. “makan yuk”. Kataku. “nanti malah kuhabiskan makananmu.” Balasannya.
“tak apa akan ku buatkan lagi nanti untukmu”. Balasku. ‘’oke siap, kapan-kapan yaa J’’.
‘’ya deh, aku siap kok”. Dia menjawab lagi “kayak orang mau lomba aja kamu lia... heheh” balasnya yang gak cuek seperti biasanya.
          Namun rasa bahagia itu hadir selama dua hari saja. Karena tak ada aba-aba dalam hpku dia akan membalas smsku, setiap kali hp berdering yang kuharapkan adalah sms darinya, ternyata bukan. Tapi aku sadar, dia bukanlah orang yang gila akan media sosial, sms, atupun yang lainnya. Hanya dia terkadang sibuk dengan hpnya entah apa yang dia lakukan.
          Dihari yang terang kududuk sendiri di kampus menunggu dosen untuk bertemu. Menunnggu adalah hal yang sangat membosankan. Aku menunggu kabar darinya. Aku gelisah karena terlau berharap. Dalam benakku aku bertanya, apakah etis jika aku yang harus sms cobang terlebih dahulu?” aku tak berfikir panjang, jemariku berjalan dan tak bisa ku hentikan dengan rasaku. Namun ditengah perjalanan jemariku mengerem terhenti karena akal sehaatku.
          Jika cobang sedang bersama orang lain, entah kenapa aku merasa cemburu. Tak mudah bagi aku untuk jatuh cinta pada seorang lelaki. Namun tak mudah juga untukku melupakan seorang lelaki yang sudah ada dihatiku.”
Aku tak tahu apa yang akan terjadi selanjtunya, ataukah aku akan hidup bersama cobang atau dengan yang lain. Harapanku sampai saat ini cobang adalah jodohku. Namun, rencana dan takdir Allah siapa yang tahu?







Kamis, 31 Desember 2015
Sadarkan aku tentang sahabat

Saat ini sudah tak ada lagi tempat tuk mencurahkan  tangisanku. Dipojok kamar kos bertembok biru ku termenung menatap layar laptop sendiri bagai orang yang tak punya siapa-siapa. Kutuliskan secercah isi hatiku sambil meneteskan air mata yang tak bisa ku hentikan. Minggu tenang ini benar-benar membuatku banyak merasakan semakin mengertinya arti persahabatan dan nafsu teman yang tak setia tuk menemani susahnya diriku. Yang sudah tak bisa tuk ditunjukkan pada dunia arti sahabat, tak mudah memahami perbedaan seorang teman, tak seindah lagu arti sahabat yang bisa menghadapi duni dan menggenggam tangan bersama sang sahabat.
Awalnya ku tak apa ditinggalkan, namun itu hanya di bibirku saja. Menurutku sahabat yang paham akan memahami dan peka apa yang aku inginkan. Pada saat itu, h-1 menjelang tahun baru 2016 aku di kos bersama sahabatku, jane. Dia seorang santri pesantren yang selalu biasanya menemaniku dikala aku tak ada teman, dan juga sebaliknya. Kita janjian untuk menginap di rumah temen yang satunya, sire, namanya. Ceritanya ingin malam tahun baruan disana.
          Setelah aku mengiyakan ternyata ada sebuah kelupaan dalam ingatanku, bahwa aku telah berjanji dengan seorang yang akan menginap di kosku, dan itu orang baru. Dengan gampang ku katakan, “eh jane aku ada janji lupa dengan seorang teman kakak kelasku akan menginap di kosku untuk malam ini”.
Lalu jane menimpali “tapi kan kau sudah janji denganku, dan aku sudah bilang nih ke sire bahwa kita akan kesana”. Dengan wajah ketusnya dia menjawab.
“yasudahlah, tinggal kau saja yang pergi aku di kos saja menunggu teman kakak kelasku sampai sini, aku gak bakal meninggalkannya karena dia adalah orang baru, aku kasihan jika dia membutuhkan sesuatu nantinya”. Timpalku dengan nada agak tinggi juga’’.
Jane diam dengan wajah ditekuknya, akupun malas untuk memandangnya, akhirnya aku turun ke lantai bawah ke kamar kos lain. Aku tidur disana, menunggu dia pergi. Jane sms, tak ku balas awalnya.
‘’li, kamu marah denganku?” tanyanya. Lama tak kubalas sms itu karena hpku juga ku silent karena aku merasa gerah kenapa sahabat tapi tak pernah mengerti posisi seorang sahabat. Batinku.
‘’gak’’. Kubalas singkat. “jane membalasnya lagi dengan rasa tak enak padaku mungkin. ‘’yang bener li, aku merasa gak enak sama kamu’’.
Dalam batinku “halah tak enakmu hanya di bibirmu saja. Bukan pada kenyataannya’’. Geramku dalam hati. Namun lama kubalas smsnya lagi “iyagak kok asal kamu bisa ngertiin aku aja, tapi jika nanti atau lain waktu kau buatku kesel lagi aku bakal marah beneran.’’
‘’iya jane maafkan aku ya, jangan marah lagi nanti aku ngungsi dimana jika kau marah?” balasnya. Ku cukup membalas dengan singkat “:p’’.
Beberapa menit kemudian, dia sms lagi “nanti aku jadi ke rumah sire aku tak enak udah janjian dengan sire. Tak apa aku pergi kesana sendiri, kamu jangan marah yaa...”
Kenapa gak berani ngomong langsung? Batinku. Tak kubalas sms itu, karena aku merasa terskiti karena dia ternyata lebih memilih untuk meninggalkanku daripada nafsunya yang ingin malam tahun baruan disana.
Bagiku fine, tapi ku menangis di pojok barat kamarku, karena aku berfikir ada ya seorang teman seperti itu. Aku tak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Aku hanya bisa menangis. Dalam hati ku bertanya ‘’apakah aku yang terlalu jahat pada teman?’’ ‘’Apakah aku yang egois mementingkan orang lain yang belum ku kenal daripada ku ikut bermain dengan teman akrabku?’’ Namun dalam hati aku tetap mengikuti kata hatiku, hatiku tak ingin pergi, aku ingin belajar bertanggung jawab karena aku sudah mempunyai janji dengan orang lain yang lebih membutuhkan. Mungkin memang tuhan membukakan dan memberikan jalan untuk mengerti apa itu teman? Teman itu banyak, sahabat itu banyak, namun seorang yang bisa bertahan dengan keadaan kita pada kenyataannya adalah tak ada. Mungkin kawan pernah merasakan hal seperti itu.
Teman yang mendengarkan kata curhatan kita banyak, yang mau meberikan solusi untuk masalah kita banyak. Tetapi yang mau bertahan dengan segala keadaan kita mungki tak ada. Jangankan teman, terkadang seorang yang terikat darah layaknya suami istri terkadang juga tidak bisa selalu ada ketika salah satu membutuhkannya. Teman yang mau menemani kita dalam keadaan apapun hanyalah bersifat sementara, seperti kehidupan dunia saja jika dibandingkan dengan akhirat yang selamanya.