Kamis, 07 Maret 2019

Puisi tentang hidup

Mustahil saja.
Bagaikan aku harus melihat matahari dan dapat menikmati pandangannya dengan tajam.
Pasti aku yang tak mampu.
Karena kuasaku kalah dengan sinar silaunya mentari.
Kenyataannya.
Aku lebih lemah dan hanya dapat memandang puas bulan dan bercita menjadi bintang.
Yang sinarnyapun hanya mampu dilihat ketika malam gulita.
Realitanya.
Bulan dan bintang tidak lagi sama dengan matahari.
Matahari diharapkan semua orang untuk kebahagiaan karena takut datangnya hujan.
Namun terbalik,
Bulan dan bintang hanya diharapkan untuk menemani lara duka ketika harapan tak bersama jumpa.

Puisi cinta

Aku akan bertahan jika ini adalah impian yang akan kamu nyatakan
Tapi aku akan berhenti jika ini hanya janji yang kau buat manis tak ditepati
Hatiku sudah terlanjur memilihmu untuk tempat berlabuh
Jangankan untuk menunggu kabar darimu
Tidak memikirkanmu dalam sedetik saja aku tak mampu
Meninggalkanku saat ini atau jujur dengan pilihanmu untuk pergi dariku
Itu sama sekali percuma
Tetap akan menyakitiku
Jika cinta yang kau harap adalah lautan yang indah
Maka akan aku berikan samudera yang lebih luas.

Puisi cinta pada lelaki pelaut

Aku sempat iri pada biru air laut,
Yang lebih sering kamu pandangi.
Aku hanya bisa menuliskan puisi
Dengan segala kata indah tentang dirimu.
Namun, jika kau ingin merasakan cinta.
Akan kubawa namamu dalam setiap doa pada yang maha kuasa.
Dulu aku mengagumi bulan lebih dari segalanya,
Dulu aku ingin menjadi bintang dikala senja dan fajar.
Namun saat ini aku lebih suka dengan rerentetan aksara yang jelas tertera menjadi rangkaian namamu.
Sekarang cerita cinta telah berganti paragraf baru dengan lain tokoh utama.
Jika dulu adalah bulan dan bintang.
Namun saat ini adalah laut dan senjanya.
Lelaki pelaut yang pandai membawaku dalam bahtera cinta, berdamailah dengan rindu yang akan berlabuh untuk bertemu.